Jumat, November 26, 2021

3# Sebelum Hari Kelabu Tiba

 

“Ayah, ada surat da—,” belum sempat menyelesaikan perkataan, langkah Sera terhenti tepat di tengah gawang pintu kamar Sagara. Mata hazelnya membulat saat melihat beberapa tumpukan buku tebal tak beraturan memenuhi lantai. “Astaga, kenapa berantakan sekali,” desahnya sambil menggaruk-garuk rambut yang tidak gatal.

Sera melangkah mendekati salah satu tumpukan buku terdekat dan menekuk kakinya untuk melihat lebih jelas. Tangannya mengambil sebuah buku tebal bersampul hijau gelap dengan huruf-huruf emas bertuliskan ‘Runtuhnya Sebuah Dinding’ saat terkena pantulan cahaya.

Ku kira ayah membeli buku baru.” Sera menggumam kecewa sambil meletakkan kembali benda tersebut. Ia berdiri kembali dengan mata hazel bulat yang bergerak lincah menyapu seisi kamar, hingga berhenti di jam dinding yang bagian pinggirnya berlapis ukiran kayu, membentuk rumah. “Hm... apa mungkin ayah di kebun belakang ya,” pikirnya lantas memutari meja kerja untuk mendekati jendela tinggi yang menghubungkan langsung dengan halaman belakang.

Angin dingin berhembus pelan melewati jendela tinggi, membuat beberapa helai rambut merahnya menari-nari di udara untuk beberapa saat. Sayup-sayup suara sang ayah terdengar saat diterbangkan angin, membuatnya tersenyum membenarkan dugaannya. Kedua siku tangannya ditekankan pada kusen jendela untuk membantunya mengintip, mengabaikan hamparan warna-warni bunga yang terpantul pada kornea mata.

“Sial!!

Makian keras membuat si gadis kecil tersentak hingga menolehkan kepalanya ke bagian sisi kiri kebun. Dari jarak sekitar lima meter, terlihat sosok Sagara yang berdiri membelakangi. Sera terdiam memandangi sang ayah dari kejauhan yang menunduk seperti tengah membaca sesuatu, mengurungkan niat awal untuk memanggilnya.

Ku berikan nanti sajalah,” gumamnya pelan sambil memasukkan kembali sepucuk surat tersebut ke dalam saku. Ia menarik dengan keras tubuh kurusnya menjauhi jendela, hingga tanpa sengaja kakinya membentur sesuatu yang tersembunyi di bawah meja.

“Ack!” seru Sera menjingkatkan kaki dan langsung mengusap-usap tumitnya yang terasa sakit. Gadis kecil tersebut melipat kedua kakinya segera, membiarkan cahaya dari jendela menerangi bagian bawah meja kerja. Raut wajahnya tampak sedikit lega saat menemukan sebuah kotak seukuran batu bata yang samar-samar terlihat. “Huft, untung hanya kotak,” ucapnya seraya menghela nafas lantas mengambil benda tersebut.

Gadis kecil itu memperhatikan kotak kayu. Ukiran indah pada seluruh permukaan kotak seketika terlihat saat terkena pembiasan cahaya dari jendela. “Sejak kapan ayah punya kotak aneh seperti ini,” batinnya heran sambil membolak-balikkan benda di tangannya, meneliti dari berbagai sisi yang hampir seluruhnya dipenuhi oleh ukiran kayu dan debu.

“Apa yang kau lakukan?!”

Seruan keras yang seketika menggaung, membuat Sera tersentak hingga menjatuhkan dan membenturkan kotak kayu ke permukaan meja. Pandangannya ditolehkan ke arah Sagara yang telah berdiri di pintu kamar dengan kedua mata merah dan menatap tajam ke arahnya.

“Ah, ayah...” Gadis tersebut segera menyahut lantas mengangkat kotak temuannya kembali untuk ditunjukkan. Namun, belum sempat mengucapkan sepatah kata lagi, pria tersebut berjalan cepat dan langsung merebut kotak dari tangan Sera dengan paksa.

Sera tak bergeming melihat sikap sang ayah barusan. Ia tidak bisa melupakan ekspresi marah Sagara saat melihat dirinya dan kotak yang dipegang. Bibir bawahnya sedikit digigit sambil melihat pria setengah baya yang membelakanginya, tampak tengah sibuk mengutak-atik kotak tersebut. “Ayah... Maaf, aku tadi tidak sengaja menemukan kotak itu,” ujarnya takut-takut sambil tidak melepaskan pandangan matanya ke punggung Sagara. “A-aku tidak tahu ka—”

Duk! Bantingan keras penutup kotak membuatnya terkesiap, membuatnya kembali menelan bulat-bulat perkataan yang akan keluar dari mulutnya. Pria tersebut menolehkan kepalanya sedikit ke arah kanan, hingga dapat menangkap sosok Sera dengan ekor matanya. “Jangan sekali-kali menyentuh barang pribadiku!” titahnya dingin.

Gadis tersebut terdiam membatu, tak berkutik dengan sikap aneh Sagara yang tak pernah dilihatnya selama ini. Sosok ayah yang selama ini dikenalnya, dalam sekejap berubah menjadi orang asing. Ia bahkan bisa merasakan desiran darah mengalir cepat yang dipompa keras oleh jantung. Diiringi permintaan maaf yang hampir tidak terdengar, Sera segera meninggalkan kamar Sagara tanpa menoleh kembali, menyisakan raut wajah penuh dengan pertanyaan.

*****

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima kasih sudah mampir di blog kami ✨❤️

Traktir Yuk Biar Tambah Semangat

Audisi Audio Drama "A WISH BEFORE WEDDING"

  Halo semua. Apa Kabar? Audio Drama ID sedang membutuhkan Pengisi Suara untuk Proyek Audio Drama yang berjudul “A Wish Before Wedding” Bagi...